KETEGARAN CINTA BERTASBIH
Seorang sahabat, Mimi
namanya, kami bersahabat puluhan tahun sejak kami sama-sama duduk di sekolah
dasar (SD), selama beberapa tahun itu saya mengenalnya, sangat mengenalnya,
Mimi gadis sederhana, anak tunggal seorang juragan sapi perah di wilayah kami,
memiliki mata sebening kaca, dan lesung pipit yang manis menawan siapa saja
akan runtuh hatinya jika memandang senyumnya, termasuk saya’. dan nilai
tambahnya adalah dia seorang yang sangat sholehah, yang patuh pada kedua orang
tuanya.
Tetapi Ranu, Don Juan yang satu ini juga sangat menyukai Mimi, track recordnya tidak menggoyahkannya untuk merebut hati Mimi. Sedangkan saya hanya bisa menatap cinta dari balik senyuman tipis ketegaran.
Setiap pagi hari, petugas rutin kantor pos pasti sudah nangkring di sudut rumah besar di ujung gang kampung kami, (rumah Mimi).
Menunggu pemilik rumah membukakan pintu demi dilewati selembar surat warna merah jambu milik Ranu untuk sang pujaan hatinya.
Sedang Mimi yang semula tak bergeming, menjadi kian berbunga-bunga diserang ribuan rayuan gombal milik don juan.
Merekapun pacaran dari mulai kelas 1 SMP bayangkan, hingga menikah. Sebagai tetangga sekaligus teman yang baik, saya hanya bisa mendukung dan ikut bahagia dengan keadaan tersebut. (walaupun hati ini meratap) Apalagi Mimi dan Ranu saling mendukung, dan sama-sama bisa menjaga dirinya, hingga ke Pelaminan,,Insyaallah.
Hingga tiba ketika selesai kuliah, mereka berdua ingin mewujudkan cita-cita bersama, membina keluarga, yang sakinah, mawaddah, dan warohmah.
Namun, namanya hidup pasti ada saja kendalanya, dibalik kesejukan melihat hubungan mereka yang adem anyem, orang tua Ranu yang salah satu anggota di DP….!! itu, menginginkan Ranu menikahi orang lain pilihan kedua orang tuanya, namun Ranu rupanya cinta mati dengan Mimi, sehingga mereka memutuskan untuk menikah, sekalipun diluar persetujuan orang tua Ranu, dan secara otomatis Ranu, diharuskan menyingkir dari percaturan hak waris kedua orang tuanya, disertai sumpah serapah dan segala macam cacian.
Ranu akhirnya melangkah bersama Mimi, setelah menikah, mereka pergi menjauh keluar dari kota kami, Dumai, menuju Pekan Baru, dengan menjual seluruh harta peninggalan kedua orang tua Mimi yang sudah tidak ada, (semenjak Mimi di bangku SMA, orang tuanya kecelakaan). Untuk mengadu nasibnya menuju ke Pekan Baru " Kota Bertuah" Istilah si Mimi dan Ranu.
Tetapi Ranu, Don Juan yang satu ini juga sangat menyukai Mimi, track recordnya tidak menggoyahkannya untuk merebut hati Mimi. Sedangkan saya hanya bisa menatap cinta dari balik senyuman tipis ketegaran.
Setiap pagi hari, petugas rutin kantor pos pasti sudah nangkring di sudut rumah besar di ujung gang kampung kami, (rumah Mimi).
Menunggu pemilik rumah membukakan pintu demi dilewati selembar surat warna merah jambu milik Ranu untuk sang pujaan hatinya.
Sedang Mimi yang semula tak bergeming, menjadi kian berbunga-bunga diserang ribuan rayuan gombal milik don juan.
Merekapun pacaran dari mulai kelas 1 SMP bayangkan, hingga menikah. Sebagai tetangga sekaligus teman yang baik, saya hanya bisa mendukung dan ikut bahagia dengan keadaan tersebut. (walaupun hati ini meratap) Apalagi Mimi dan Ranu saling mendukung, dan sama-sama bisa menjaga dirinya, hingga ke Pelaminan,,Insyaallah.
Hingga tiba ketika selesai kuliah, mereka berdua ingin mewujudkan cita-cita bersama, membina keluarga, yang sakinah, mawaddah, dan warohmah.
Namun, namanya hidup pasti ada saja kendalanya, dibalik kesejukan melihat hubungan mereka yang adem anyem, orang tua Ranu yang salah satu anggota di DP….!! itu, menginginkan Ranu menikahi orang lain pilihan kedua orang tuanya, namun Ranu rupanya cinta mati dengan Mimi, sehingga mereka memutuskan untuk menikah, sekalipun diluar persetujuan orang tua Ranu, dan secara otomatis Ranu, diharuskan menyingkir dari percaturan hak waris kedua orang tuanya, disertai sumpah serapah dan segala macam cacian.
Ranu akhirnya melangkah bersama Mimi, setelah menikah, mereka pergi menjauh keluar dari kota kami, Dumai, menuju Pekan Baru, dengan menjual seluruh harta peninggalan kedua orang tua Mimi yang sudah tidak ada, (semenjak Mimi di bangku SMA, orang tuanya kecelakaan). Untuk mengadu nasibnya menuju ke Pekan Baru " Kota Bertuah" Istilah si Mimi dan Ranu.
Saya hanya dipamiti
sekejap, tanpa bisa berkata-kata, hanya saling bersidekap tangan didada dan
terharu panjang, Mimi menitipkan salam untuk Ibu yang sudah dianggapnya seperti
Ibunya sendiri.
Masih tajam dalam ingatan, Mimi pergi bergandengan tangan dengan sang kekasih abadi pujaan hatinya “Ranu”, melenggang pelan bersama mobil yang membawa mereka menuju "Kota Bertuahnya" Pekan Baru.
Selama setahun, kami masih rutin berkirim kabar, hingga tahun kelima, dimana saya masih membujang dan masih menetap tinggal di Dumai, sedang Mimi entah kemana, hilang tak ketahuan rimbanya, setelah surat terakhir mengabarkan bahwa dia melahirkan anak keduanya, kemudian setelah itu kami tidak mendengar kabarnya, lagi.
Bahkan Ibuku yang sudah berhijrah hampir tiga tahun ini di Pekan Baru tempat kakakku juga tidak bisa melacak keberadaan Mimi, Mimi lenyap ditelan bumi, hanya doa saya dan Ibu serta sahabat-sahabat yang lain yang masih rutin kami panjatkan, untuk keberuntungan Mimi di sana.
Sampai di suatu siang yang terik, di hari sabtu, kebetulan saya berada dirumah karena kantor memang libur dihari sabtu dan minggu, tiba-tiba saya dikejutkan oleh suara ketokan pintu dikamar, mbak "Inul" patner kerja (alias Pembantu) kami mengabarkan ada tamu dari Pekan Baru, siapa gerangan pikir saya ketika itu.
Setelah saya temui, lama sekali saya memeperhatikan tamu tersebut, perempuan cantik berkulit putih, tapi bajunya sangat lusuh beserta ketiga anaknya, yang dua laki-laki kurus, bermata cekung terlihat sangat kelelahan, dan seorang bayi mungil dalam gendongan.
Sejenak saya tertegun, lupa-lupa ingat, hingga suara perempuan itu mengejutkan saya " Faris….Faris khan !", sejenak, dia ragu-ragu, hingga kemudian berlari merangkul saya, sambil terisak keras dibahu saya, saat itu saya hanya bisa diam tertegun dan tak tahu mau melakukan apa, dan saya tidak bisa menepis karena hal ini bukan muhrimnya.
Lalu setelah ia puas menangis, pelukan itu baru lepas, ketika kami dikejutkan oleh tangis bayi Mimi yang keras, yang rupanya tanpa kami sadari telah menyakitinya, dan menekan bayi itu dalam pelukan kami. Masyaallah !.semoga Allah mengampuni…..
Saya menjauhkannya dari bahu saya sambil masih ragu, berguman pelan "Mimi…Mimikah ?" Masyaallah…!, sekarang giliran saya yang ingin merangkul Mimi, tapi karena syari’at masih membayang dibatin. Aku hanya bisa bersidekap tangan didada tanpa bisa meluapkan perasaanku melihat kondisinya. Anak-anak Mimi yang melihat kami hanya termangu,
Mimi terlihat lebih tua dari usianya, namun kecantikan alaminya masih terlihat jelas, badannya kurus, dengan jilbab lusuh, yang berwarna buram, membawa tas koper berukuran besar yang sudah cuil dibeberapa bagian, mungkin karena gesekan atau juga benturan berkali-kali, seperti orang yang telah berjalan berpuluh-puluh kilometer.
Tanpa dikomando saya langsung mempersilahkan Mimi masuk kedalam rumah, membantu membawakan barang-barangnya, dibantu mbak Inul, meletakkan barangnya di ruang tamu, rumah saya.
Menunda beberapa pertanyaan yang telah menggunung dipikiran saya, Saya menatap dalam-dalam, Mimi sedemikian berubahnya, perempuan manis yang dulu saya kenal kini terlihat sangat berantakan, Masyaallah !, Mimi …ada apa denganmu!.
Saya menunda pertanyaan saya, hingga Mimi dan anak-anaknya mau saya paksa beristirahat beberapa hari dirumah saya, ia tidur dikamar ibu yang sudah dirapikan mbak Inul, saya rindu padanya, dan juga terharu melihat keadaannya.
Beberapa hari beristirahat dirumah saya, saya baru berani menanyakan tentang kabar keadaannya sekarang. Kami duduk diruang tamu sambil cerita ringan.
Semula Mimi terdiam seribu bahasa pada saat saya tanya keadaan Ranu, matanya berkaca-kaca, saya menghela nafas dalam, menunggu jawabannya lama, dalam hitungan menit hingga keluarlah suara parau dari mulutnya…
"Mas Ranu, Ris….sudah berpulang kepada-Nya lima bulan yang lalu".
"Oh" desah saya pelan, kata-kata Mimi membuat saya tercekat beberapa saat, namun sebelum saya sempat menimpali, bertubi-tubi Mimi menangis sambil setengah meracau "Mas Ranu kena kanker paru-paru, karena kebiasaannya merokok tiga tahun yang lalu, semua sisa peninggalan orang tuaku sudah habis terjual ludes, untuk biaya berobat, sedang penyakitnya bertambah parah, keluarga mas Ranu enggan membantu, kamu tahu sendiri khan, aku menantu yang tidak diinginkan, dan ketika Mas Ranu meninggal, orangtuanya masih saja membenciku, mereka sama sekali tidak mau membantu, aku bekerja serabutan di Pekan Baru, Ris.., mulai jadi tukang cuci, pembantu rumah tangga, dsb, hingga Mas Ranu meninggal, keluarganya, hanya memberiku uang sekedarnya untuk penguburan Mas Ranu, hingga aku terpaksa menjual rumah tempat tinggal kami satu-satunya, dan dari sana aku membayar semua tagihan rumah dan hutang-hutang pada tetangga, sisanya aku gunakan untuk berangkat ke Dumai, aku tidak sanggup mengadu nasib disana Ris…." Kata-kata Mimi berhenti disini, disambut isak tangisnya, sedang saya yang sedari tadi mendengarkan tak kuasa juga menahan haru yang sudah sedari tadi menyesak di dada.
Setelah kami sama-sama tenang, saya bertanya pada Mimi " Lalu apa rencanamu, Mimi ?".
Mimi tertegun… dia memandang saya nanar, saya menundukkan pandangan, karena saya takut terbawa rayuan syetan. kemudian dia mengulurkan tangan, memberikan seuntai kalung emas besar, "Sisa hartanya " begitu kata Mimi.
"Ini untukmu Ris.., aku gadaikan padamu, pinjami aku uang untuk modal usaha, dan kontrak rumah kecil-kecilan, aku tidak mau merepotkanmu lebih dari ini Ris..".
Aku yang menahan haru, sontak mataku langsung mengalirkan sesuatu, walaupun aku lelaki, namun hati ini bertindak sebagai makhluk tuhan yang berperasaan. kembali kami hanyut dalam haru.
Pelan-pelan saya, meraih kalung itu dari meja, menimbang-nimbang, pikiran saya melayang menuju sisa uang saya di amplop, dalam tas, Jum’at kemarin saya baru saja mendapat lembur-an, sebagai pegawai di suatu instansi, nilai lembur saya sangatlah kecil jika dibandingkan dengan pegawai yang lain tentunya, tapi itulah sisa uang saya, saya mengeluarkan amplop tersebut dari dalam tas, di kamar, semua saya infaqkan untuk Mimi, semata mata karena ikhlas.
Mimi menatap amplop di tangan saya, sejurus kemudian saya meletakkan amplop tersebut diatas meja sambil berkata "Ini sisa uangku Mimi, kamu ambil, nanti sisanya, biar saya pikirkan caranya, kamu butuh modal banyak untuk mulai usaha"
Keesokan harinya, saya menjual kalung Mimi, pada sahabat baik saya yang lain, kebetulan ia seorang pemodal-muslim, yang baik hati,.. "Thanks ya Hans".., saya menceritakan tentang keadaan Mimi pada mereka, Hans dan Istrinya banyak membantu " Ya Allah limpahilah berkah pada orang-orang baik seperti mereka".
Singkat cerita, Mimi bisa mulai usahanya dari modal itu, mengontrak rumah kecil didekat rumah saya, Alhamdulillah !, sekarang ditahun kedua, usahanya sudah menampakkan hasil, Mimi sudah sedemikian mandiri, banyak yang bisa saya contoh dari pribadinya yang kuat yaitu Mimi adalah pejuang sejati, ulet, sabar, dan kreatif.
Kuat karena Mimi enggan bergantung pada orang lain, dan tegar karena diterpa cobaan bertubi-tubi, Mimi tetap, kokoh, dan tidak bergeming sedikitpun, dia juga Smart, tahu dimana dia harus meminta pertolongan pada orang yang tepat, dan tentu saja muslimah yang taat beribadah, hingga Allah pun tak enggan membantunya.
Saya hanya berpikir dan yakin pasti ada jutaan Mimi-Mimi, diluar sana, akan tetapi pastinya sangat jarang yang melampui cobaan bertubi-tubi seperti dirinya dengan Indahnya.
Saya hanya ingin berbagi…..cobalah kita lihat, Mimi tetangga saya kini dan setiap pagi selalu menyapa riang saya, wajah cantiknya kembali bersinar, meskipun ia menyandang status janda. Yang kemudian dia tekun mendengar keluh kesah saya pada setiap permasalahan saya hadapi setiap harinya, termasuk ketika saya mulai mengeluh tidak betah dikantor sebagai pegawai sekian tahun, atau ketika saya menghadapi badai kemelut usia yang yang sudah berkepala tiga, apa kata Mimi
"Faris, Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan seseorang atau Allah lebih tahu apa yang terbaik bagimu, sedangkan kamu tidak".
Subhanallah ! Mimi, contoh kekuatan wanita muslimah, ada disana.
Dan jika saya sudah menyerah kalah pada permasalahan bertubi-tubi dalam hidup saya, maka Mimi membawa saya menuju pintu rumah mungilnya, didepan pintunya, saya melihat kepulasan tidur anak-anaknya di ruang tamu yang ia jadikan ruang tidur, sedangkan kamar tidur ia jadikan dapur untuk memasak, (sungguh rumah yang mungil) mereka berjejal pada tempat tidur susun yang reyot, dan juga tempat tidur gulung kecil dibawahnya, tempat si sulungnya tidur, kemudian katanya, "Lihatlah Ris, betapa berat menjalani hidup seorang diri, tanpa bantuan bahu yang lain, kalau tidak terpaksa karena nasib, enggan aku menajalaninya, Ris, sedang kamu, bersyukurlah kamu, masih memiliki masa depan yang panjang ".
Duh, gusti betapa baik hati Mimi ini, betapa malu saya dihadapannya, cobaan saya, tentu jauh lebih ringan dibanding dirinya, tapi betapa saya jarang bersyukur, sering mengeluh, dan sering merasa kurang.
"Stupid mind in the Stupid ordinary " Yang jelas watak Mimi dan kekuatannya menumbuhkan satu prinsip dihati saya bahwa " Karena aku adalah lelaki, aku harus kuat dan tegar lebih dari wanita ini dalam menghadapi badai sekeras apapun, jika mungkin jauh lebih kuat dan tegar demi tangan-tangan mungil yang mungkin akan menjadi tangan-tangan perkasa yang siap mencengkram dunia, Insyaallah Amien"
Singkat cerita, saya pun berhenti dari pekerjaan yang lama, sekarang saya bekerja lebih mapan dari yang dulu. Karena setiap pulang kerja saya melintas didepan rumah Mimi, dan terus memperhatikan ketegarannya, akhirnya Allah menumbuhkan kembali cinta dihatiku. Sampai suatu saat aku pun melamarnya agar hubungan kami dihalalkan oleh syari’at. Mimi hanya bisa menunduk malu dan tersenyum melihat anak-anaknya yang akan memiliki ayah yang baru. Dalam hati, Mimi bertakbir dan bertahmid melihat kekuasaan Allah..
Allahu Akbar….
Masih tajam dalam ingatan, Mimi pergi bergandengan tangan dengan sang kekasih abadi pujaan hatinya “Ranu”, melenggang pelan bersama mobil yang membawa mereka menuju "Kota Bertuahnya" Pekan Baru.
Selama setahun, kami masih rutin berkirim kabar, hingga tahun kelima, dimana saya masih membujang dan masih menetap tinggal di Dumai, sedang Mimi entah kemana, hilang tak ketahuan rimbanya, setelah surat terakhir mengabarkan bahwa dia melahirkan anak keduanya, kemudian setelah itu kami tidak mendengar kabarnya, lagi.
Bahkan Ibuku yang sudah berhijrah hampir tiga tahun ini di Pekan Baru tempat kakakku juga tidak bisa melacak keberadaan Mimi, Mimi lenyap ditelan bumi, hanya doa saya dan Ibu serta sahabat-sahabat yang lain yang masih rutin kami panjatkan, untuk keberuntungan Mimi di sana.
Sampai di suatu siang yang terik, di hari sabtu, kebetulan saya berada dirumah karena kantor memang libur dihari sabtu dan minggu, tiba-tiba saya dikejutkan oleh suara ketokan pintu dikamar, mbak "Inul" patner kerja (alias Pembantu) kami mengabarkan ada tamu dari Pekan Baru, siapa gerangan pikir saya ketika itu.
Setelah saya temui, lama sekali saya memeperhatikan tamu tersebut, perempuan cantik berkulit putih, tapi bajunya sangat lusuh beserta ketiga anaknya, yang dua laki-laki kurus, bermata cekung terlihat sangat kelelahan, dan seorang bayi mungil dalam gendongan.
Sejenak saya tertegun, lupa-lupa ingat, hingga suara perempuan itu mengejutkan saya " Faris….Faris khan !", sejenak, dia ragu-ragu, hingga kemudian berlari merangkul saya, sambil terisak keras dibahu saya, saat itu saya hanya bisa diam tertegun dan tak tahu mau melakukan apa, dan saya tidak bisa menepis karena hal ini bukan muhrimnya.
Lalu setelah ia puas menangis, pelukan itu baru lepas, ketika kami dikejutkan oleh tangis bayi Mimi yang keras, yang rupanya tanpa kami sadari telah menyakitinya, dan menekan bayi itu dalam pelukan kami. Masyaallah !.semoga Allah mengampuni…..
Saya menjauhkannya dari bahu saya sambil masih ragu, berguman pelan "Mimi…Mimikah ?" Masyaallah…!, sekarang giliran saya yang ingin merangkul Mimi, tapi karena syari’at masih membayang dibatin. Aku hanya bisa bersidekap tangan didada tanpa bisa meluapkan perasaanku melihat kondisinya. Anak-anak Mimi yang melihat kami hanya termangu,
Mimi terlihat lebih tua dari usianya, namun kecantikan alaminya masih terlihat jelas, badannya kurus, dengan jilbab lusuh, yang berwarna buram, membawa tas koper berukuran besar yang sudah cuil dibeberapa bagian, mungkin karena gesekan atau juga benturan berkali-kali, seperti orang yang telah berjalan berpuluh-puluh kilometer.
Tanpa dikomando saya langsung mempersilahkan Mimi masuk kedalam rumah, membantu membawakan barang-barangnya, dibantu mbak Inul, meletakkan barangnya di ruang tamu, rumah saya.
Menunda beberapa pertanyaan yang telah menggunung dipikiran saya, Saya menatap dalam-dalam, Mimi sedemikian berubahnya, perempuan manis yang dulu saya kenal kini terlihat sangat berantakan, Masyaallah !, Mimi …ada apa denganmu!.
Saya menunda pertanyaan saya, hingga Mimi dan anak-anaknya mau saya paksa beristirahat beberapa hari dirumah saya, ia tidur dikamar ibu yang sudah dirapikan mbak Inul, saya rindu padanya, dan juga terharu melihat keadaannya.
Beberapa hari beristirahat dirumah saya, saya baru berani menanyakan tentang kabar keadaannya sekarang. Kami duduk diruang tamu sambil cerita ringan.
Semula Mimi terdiam seribu bahasa pada saat saya tanya keadaan Ranu, matanya berkaca-kaca, saya menghela nafas dalam, menunggu jawabannya lama, dalam hitungan menit hingga keluarlah suara parau dari mulutnya…
"Mas Ranu, Ris….sudah berpulang kepada-Nya lima bulan yang lalu".
"Oh" desah saya pelan, kata-kata Mimi membuat saya tercekat beberapa saat, namun sebelum saya sempat menimpali, bertubi-tubi Mimi menangis sambil setengah meracau "Mas Ranu kena kanker paru-paru, karena kebiasaannya merokok tiga tahun yang lalu, semua sisa peninggalan orang tuaku sudah habis terjual ludes, untuk biaya berobat, sedang penyakitnya bertambah parah, keluarga mas Ranu enggan membantu, kamu tahu sendiri khan, aku menantu yang tidak diinginkan, dan ketika Mas Ranu meninggal, orangtuanya masih saja membenciku, mereka sama sekali tidak mau membantu, aku bekerja serabutan di Pekan Baru, Ris.., mulai jadi tukang cuci, pembantu rumah tangga, dsb, hingga Mas Ranu meninggal, keluarganya, hanya memberiku uang sekedarnya untuk penguburan Mas Ranu, hingga aku terpaksa menjual rumah tempat tinggal kami satu-satunya, dan dari sana aku membayar semua tagihan rumah dan hutang-hutang pada tetangga, sisanya aku gunakan untuk berangkat ke Dumai, aku tidak sanggup mengadu nasib disana Ris…." Kata-kata Mimi berhenti disini, disambut isak tangisnya, sedang saya yang sedari tadi mendengarkan tak kuasa juga menahan haru yang sudah sedari tadi menyesak di dada.
Setelah kami sama-sama tenang, saya bertanya pada Mimi " Lalu apa rencanamu, Mimi ?".
Mimi tertegun… dia memandang saya nanar, saya menundukkan pandangan, karena saya takut terbawa rayuan syetan. kemudian dia mengulurkan tangan, memberikan seuntai kalung emas besar, "Sisa hartanya " begitu kata Mimi.
"Ini untukmu Ris.., aku gadaikan padamu, pinjami aku uang untuk modal usaha, dan kontrak rumah kecil-kecilan, aku tidak mau merepotkanmu lebih dari ini Ris..".
Aku yang menahan haru, sontak mataku langsung mengalirkan sesuatu, walaupun aku lelaki, namun hati ini bertindak sebagai makhluk tuhan yang berperasaan. kembali kami hanyut dalam haru.
Pelan-pelan saya, meraih kalung itu dari meja, menimbang-nimbang, pikiran saya melayang menuju sisa uang saya di amplop, dalam tas, Jum’at kemarin saya baru saja mendapat lembur-an, sebagai pegawai di suatu instansi, nilai lembur saya sangatlah kecil jika dibandingkan dengan pegawai yang lain tentunya, tapi itulah sisa uang saya, saya mengeluarkan amplop tersebut dari dalam tas, di kamar, semua saya infaqkan untuk Mimi, semata mata karena ikhlas.
Mimi menatap amplop di tangan saya, sejurus kemudian saya meletakkan amplop tersebut diatas meja sambil berkata "Ini sisa uangku Mimi, kamu ambil, nanti sisanya, biar saya pikirkan caranya, kamu butuh modal banyak untuk mulai usaha"
Keesokan harinya, saya menjual kalung Mimi, pada sahabat baik saya yang lain, kebetulan ia seorang pemodal-muslim, yang baik hati,.. "Thanks ya Hans".., saya menceritakan tentang keadaan Mimi pada mereka, Hans dan Istrinya banyak membantu " Ya Allah limpahilah berkah pada orang-orang baik seperti mereka".
Singkat cerita, Mimi bisa mulai usahanya dari modal itu, mengontrak rumah kecil didekat rumah saya, Alhamdulillah !, sekarang ditahun kedua, usahanya sudah menampakkan hasil, Mimi sudah sedemikian mandiri, banyak yang bisa saya contoh dari pribadinya yang kuat yaitu Mimi adalah pejuang sejati, ulet, sabar, dan kreatif.
Kuat karena Mimi enggan bergantung pada orang lain, dan tegar karena diterpa cobaan bertubi-tubi, Mimi tetap, kokoh, dan tidak bergeming sedikitpun, dia juga Smart, tahu dimana dia harus meminta pertolongan pada orang yang tepat, dan tentu saja muslimah yang taat beribadah, hingga Allah pun tak enggan membantunya.
Saya hanya berpikir dan yakin pasti ada jutaan Mimi-Mimi, diluar sana, akan tetapi pastinya sangat jarang yang melampui cobaan bertubi-tubi seperti dirinya dengan Indahnya.
Saya hanya ingin berbagi…..cobalah kita lihat, Mimi tetangga saya kini dan setiap pagi selalu menyapa riang saya, wajah cantiknya kembali bersinar, meskipun ia menyandang status janda. Yang kemudian dia tekun mendengar keluh kesah saya pada setiap permasalahan saya hadapi setiap harinya, termasuk ketika saya mulai mengeluh tidak betah dikantor sebagai pegawai sekian tahun, atau ketika saya menghadapi badai kemelut usia yang yang sudah berkepala tiga, apa kata Mimi
"Faris, Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan seseorang atau Allah lebih tahu apa yang terbaik bagimu, sedangkan kamu tidak".
Subhanallah ! Mimi, contoh kekuatan wanita muslimah, ada disana.
Dan jika saya sudah menyerah kalah pada permasalahan bertubi-tubi dalam hidup saya, maka Mimi membawa saya menuju pintu rumah mungilnya, didepan pintunya, saya melihat kepulasan tidur anak-anaknya di ruang tamu yang ia jadikan ruang tidur, sedangkan kamar tidur ia jadikan dapur untuk memasak, (sungguh rumah yang mungil) mereka berjejal pada tempat tidur susun yang reyot, dan juga tempat tidur gulung kecil dibawahnya, tempat si sulungnya tidur, kemudian katanya, "Lihatlah Ris, betapa berat menjalani hidup seorang diri, tanpa bantuan bahu yang lain, kalau tidak terpaksa karena nasib, enggan aku menajalaninya, Ris, sedang kamu, bersyukurlah kamu, masih memiliki masa depan yang panjang ".
Duh, gusti betapa baik hati Mimi ini, betapa malu saya dihadapannya, cobaan saya, tentu jauh lebih ringan dibanding dirinya, tapi betapa saya jarang bersyukur, sering mengeluh, dan sering merasa kurang.
"Stupid mind in the Stupid ordinary " Yang jelas watak Mimi dan kekuatannya menumbuhkan satu prinsip dihati saya bahwa " Karena aku adalah lelaki, aku harus kuat dan tegar lebih dari wanita ini dalam menghadapi badai sekeras apapun, jika mungkin jauh lebih kuat dan tegar demi tangan-tangan mungil yang mungkin akan menjadi tangan-tangan perkasa yang siap mencengkram dunia, Insyaallah Amien"
Singkat cerita, saya pun berhenti dari pekerjaan yang lama, sekarang saya bekerja lebih mapan dari yang dulu. Karena setiap pulang kerja saya melintas didepan rumah Mimi, dan terus memperhatikan ketegarannya, akhirnya Allah menumbuhkan kembali cinta dihatiku. Sampai suatu saat aku pun melamarnya agar hubungan kami dihalalkan oleh syari’at. Mimi hanya bisa menunduk malu dan tersenyum melihat anak-anaknya yang akan memiliki ayah yang baru. Dalam hati, Mimi bertakbir dan bertahmid melihat kekuasaan Allah..
Allahu Akbar….
CINTAMU ANUGRAHKU
Aku nur laila sofaniyyah, sekarang aku umur 17 tahun,umur17 tahun adalah umur yang sangat berharga bagiku sebab disinilah aku harus mencari jati diriku yang sebenarnya, setelah aku lulus dari SMA aku tak tahu mengapa aku dikirim oleh kedua orang tuaku ke salah satu ma’had disemarang,awalnya aku memberontak dengan keputsan kedua orang tuaku itu, tapi aku mulai berfikir dewasa munyikapi keputusan kedua orang tuaku itu mereka pasti menginginkan yang terbaik buat aku.
Aku nur laila sofaniyyah, sekarang aku umur 17 tahun,umur17 tahun adalah umur yang sangat berharga bagiku sebab disinilah aku harus mencari jati diriku yang sebenarnya, setelah aku lulus dari SMA aku tak tahu mengapa aku dikirim oleh kedua orang tuaku ke salah satu ma’had disemarang,awalnya aku memberontak dengan keputsan kedua orang tuaku itu, tapi aku mulai berfikir dewasa munyikapi keputusan kedua orang tuaku itu mereka pasti menginginkan yang terbaik buat aku.
Dan aku pun berangkat meski ada rasa keterpaksaan dalam hatiku, di sana yang aku melihat banyak segerombolan makhluk tuhan dengan busana yang tertup dan menyandang kitab-kitabnya.hatiku mulai bergetar dan keingin untuk menjadi sepeti mereka,tapi dalam jiwaku masih tertanam glamornya busana kota Jakarta yang begitu trendy dan menarik.
Setelah aku di pertemukan dengan seseorang yang sebelumnya aku tidak pernah mengenalnya ternyata dia adalah seorang ustadz,yaitu ustasz farrid yang menjadi pimpinan di pondok ini,akupun tercengang saat pertama kali ia memeperkenalkan dirinya dengan aura kewibawaan dan tutur kata yang lembut sebaba baru kali ini aku melihat ada ustadz yang masih muda dan ganteng sekali,aku duduk di apit kedua orang tuaku dengan rasa yang awam yang tak pernah aku rasakan.
Selepas aku dan kedua orang tuaku berkenalan dan berbincang-bincang, akupun di antrkan oleh salah satu santri wati di salah satu kamar yang tidak begitu luas dan pengap,mulai dari situ aku berfikir bagaimanakah mereka dapat hidup dengan hal seperti ini?,apa yang mereka dapatkan dari sini?,akan jadi apa mereka setelah keluar dari sini?
Tapi tidak berapa lama aku disana aku mulai sedikit mendapatkan beberapa titik terang dari pertanyaan-pertanyaanku dulu. Aku mulai belajar sedikit demi-sedikit untuk mendalami ilmu agama dan aku mulai nyaman untuk melanjutkan studyku di situ,tapi tentang rasa aneh yang aku rasakan saat aku melihat ustadz farrid aku tak pernah menemukan jawaban yang pasti karena aku takut mengatakan jika aku jatuh cinta,ketakutanku tidak lain hanya karena perbedaan di antara kita tapi aku merasakan sinyal-sinyal cinta darinya setiap aku melihatnya dia selalu aneh dan seperti menutup-nutupi sesuatu,saat dia menatapku aku tak pernah berani untuk membalas tatapannya,aku merasa canggung dan hatiku berdetak dengan dahsyatnya sampai-sampai raut wajah ini merah merona.
Aku sangat mengaguminya dan di setiap pengajiannya aku dapat di pastikan tidak pernah absent dan slalu di barisan terdepan,dan ustadz farrid pun tak pernah berani untuk berhadapan denganku,di suatu malam setelah aku dan teman-temanku sholat isya’ tak prernah ku duga bahwa ustadz farrid menyapaku dan kitapun akhirnya berbicara dan tidak lama kemudian ia mengeluarkan buku berwarna biru,ternyata itu adalah buku tentang kumpulan-kumpulan wanita sholikhah,aku tak mengeerti apa yang di maksutkanya dengan memberikanku buku seperti itu,tapi tidak lama kita pun saling berpamitan untuk ke tempat masing-masing.
Di dalam kamarku aku buka buku tersebut dan membacanya setelah beberapa halaman aku membacanya aku menemukan selembar kertas putih yang bernodakan tinta hiatam tertuliskan
Untukmu ya ukhti jamilah
Aku tuliskan sekata-dua kata hanya untuk memenuhi keinginan hatiku,dalam buku ini aku harapkan seorang wanita yang sama yang akan menjadi mishbakhul qolbi dan langit itu terasa terang saat cahaya yang terang meneranginya,dan disetiap langkahku aku inginkan ada cahaya yang menerangiku tanpa pamrih dan ikhlas menjalaninya.ku bungkam mulut ini untuk menahan rayuan syaiton tuk melindungi cahayaku dari rayuannya, sebab cahayaku masih mudah terkena angin-angin hitam,ku sadarka cahayaku dengan lisanku ku lindunganya dengan do’aku.
Cahayaku selalu kutititpkan dengan-nya agar dia yang menjaga cahayaku agar tak redup dan tak sirna akan buainnya .jadilah cahaya itu untukku….sesungguhnya aku mencintai cahaya itu tidak lain hanya karena ALLAH.
Dariku…..farrid hidayat.
Ku rasakn kebahagiyaan yang begitu besar dalam hatiku, dan aku ber janji akan menjadi cahaya yang seperti dia ingikan.tapi aku tak pernah berani membalas surat darinnya karena aku rasa hanya dengan senyuman manisku dia pasti bisa merasakn getar-getar cinta dalam hatiku.
Beberapa bulan kemudian ……
Hatiku hancur terasa tersayat-sayat oleh garangnya pedang nabi sulaiman saat aku mndengar bahwa ustadz farrid di jodohkan dengan saudara almarhum room sepuh yang dari tegal,aku merasakan kehilangan dan terasa apa yang aku lakukan untuk merubah keburukan dalam kehidupanku sia-sia tak da guna.
Di sore harinya aku di temui oleh seorang santri yang bernama latifah dia adalah orang dzalem yang selama ini mengetahui seluk beluk akan kehidupan ustadz farrid, benar saja dia sudah lama tinggal di pondok ini,dia menceritakan semua tentang ke’adaan ustadz farridz padaku, ternyata perjodohan itu adalah keinginan almarhum romo sepuh yaitu abah dari ustadz farrid,sebelum beliau wafat ia berpesan bahwa ia ingin sekali mempunyai menantu yang faham akan agama,sholikhah dan hafidzoh,aku sadar bahwa tak ada satupun kriteria yang diinginkan oleh oleh romo sepuh dalam diriku. Mbak latifahpun mengetahui bahwa ustadz farrid sangat mencintaiku dan begituu pula denganku.
Mbak latifah memberikanku sebuah buku dan surat dari ustadz farrid.buku tersebut berjudul “keikhlasan dalam qolbu zainab” terlintas dalam anganku. Bahwa aku akan kehilanganmu untuk selama-lamanya tapi aku hanyalah manusia biasa yang tak sempurna dan tak kuasa untuk menahan air mata,tapi aku percaya akan kuasa allah dan jodoh, kalau aku berjodoh dengannya pastilah aku akan bersamanya meski aku tak tahu kapan peristiwa itu tiba.
Di kesunyian malam itu ku buka selembaran kertas berwarna putih yang sudah ternodai tinta hitam yang tertulis kan:
Cahayaku yahabibibah fi qolbi,,,,,,
Air mata hati
Tak sanggup hati ini merenungi kenyataan
berlipur lara ku rasa dalam dada
menyulami hati dan jiwa dalam busana
erat ku rasa bila mengingat cahaya
menuai mimpi yang tak pasti
berurai air mata bercucur darah hati
menghembuskan nafas pasrah pada illahi
ku sambut hari itu dengan menyebut nama allah
bersujud,tunduk di hadapa-Nya
meminta ridlo keikhlasan dari cahaya
ku tuaikan syair-syair dalam kertas yang hampa tanpa kata
cahaya fi qolbi ingatlah akan kuasa-Nya bahwa hanya dialah yang berhak mengatur dan membimbing langkah kita,aku serahkan jalan kehidupanku kepada-Nya dan aku hanya ingin mendapat ridho-Nya, cahaya fi qolbi jadilah dirimu sebagai wanita yang sholikhah dan wujudkanlah keinginanamu sebagai khafidzoh,bahagiakanlah kedua orang tuamu,sesungguhya surge itu ada di telapak kaki ibu.
Keikhlasan itu adalah bingkisan hadiah yang akan kau berikan padaku, jadilah permata yang mempunyai seribu cahaya agar kau selalu mejadi yang menerangi mereka.
Aku hanya ingin menjalankan amanah dari romo dan itupun hanya semata-mata ingin kudapatka ridho-Nya..aku percaya allah telah merencanakan hal yang terbaik buat kita berdua. Dan kelak saat dirimu sudah menikah jadilah istri yang selalu berbakti kepada suami.
Ana farrid.
Dengan bercucur air mata ku renungi isi surat ini. Hari demi hari ku lalui tanpa sapa dan senyuman ustadz farrid karena aku fikir mulai saat ini aku harus melupakannya dan mengikhlaskannya untuk orang lain yang akan mengisi hari-harinya nanti.di setiap pengajian, maupun mengaji aku masih tetap duduk di depan ustadz yang mengajarkan baik itu ustadz farrid maupun ustad-ustadz yang lainnya, tapi aku tidak pernah melihat wajahnya karena aku takut kalau nantinya aku tidak dapat melupakannya. Setelah hari itu tiba hari dimana ustadz farrid memiliki kehidupan barunya bersama umi farikahah aku muali mencoba mengikhlaskan segala keadan ini, akupun menghadiri pesta pernikahan mereka berdua. Dalam hatiku aku menangis meronta-ronta tapi aku hanya bisa bersandiwara dan tetap trersenyum seolah-olah aku tak pernah mencintainnya air mata ini pun rasanya kering seolah-olah mendukung alur cerita seperti cerita yang sudah terscenario sebelumnya, tetapi selang beberapa hari, hari yang aku tunggu-tunggupun tiba hari diaman aku memakai baju toga bersama teman-teman kuliahku aku di nobatkan sebagai lulusan terbaik di fakultas dakwah, dan aku memutusakan untuk melanjutkan kuliah s2 ku di yaman. Pada hari itu juga aku dan kedua orang tuaku berpamitan pada ustad farrid dan umi farikhah dan meminta do’anya agar apa yang menjadi impianku selama ini dapat terwujud yaitu aku ingin menjadi seorang dosen fakultas dakwah terbaik di salah satu universitas islam yang ada di Indonesia.
Kini tiba saatnya aku pergi untuk menimba ilmu di negri orang dan melupakan peristiwa-demi peristiwa.Aku mempunayai beberapa keingina yang aku tulis dalam buku diaryku diantaranya: aku harus lulus s2 sebagai lulusan terbaik,aku harus bisa menghafal alqur’an,dan pulang mendapatkan suami seperti ustadz farrid.
Setelah disana beberapa tahun kurang lebih aku menyelesaiakan s2 ku selama 3 tahun dan keinginanku untuk menghafal alqur’an alahamdulillah dapat aku selesaikan denagan baik dan lancer,tiba saat yang ku nantikan yaitu pulang ke Indonesia ternyata allah mendengarkan keinginan –keinginanku setelah bebeerapa minggu aku di indonesia aku langsung mendapatkan surat panggilan di salah satu universitas terbaik di Indonesia dan di angakt menjadi dosen di fakultas dakwah,ternyata apa yang aku tuliskan dan yang aku impi-impikan dapat terwujud tapi itu juga dengan kesungguhan hati dak tawakkalku kepada sang pencipta dan hal tersebut juga tak lepas dari dukungan-dukungan orang-orang yang ada di sekitarku terutamanya kedua orang tuaku.Dan hanya satu yang belum terwujud tapi akupun tidak berhenti berdo’a dan akupun tak pernah memaksakan keinginanku itu, aku percaya allah pasti akan memberikan yang terbaik untuk hambanya yang mau berusaha di jalannya, karena itu aku pasrah siapapun yang menjadi suamiku aku hanya ingin dia menjadi imam yang terbaik buat diriku dan anak-anakku kelak.
Meski aku sudah beberapa bulan di Indonesia tapi aku tak pernah mendengar kabar tentang ustadz farrid dan umi farikhah,hanya kabar terakhir yang aku dapat dari salah satu temanku, itu pun ketika aku masih menjadi mahasiswa di yaman kabar yang aku dapat terakhir bahwa umi farikhah sudah hamil tiga bulan, dan ustadz farrid juga terjun di salah satu parpol dan ia mendapatkan amanat untuk menjadi ketuanya.
Siang itu aku tidak di perkenanakan oleh kedua orang tuaku perg untuk mengajar karena aku akan ta’arufan dengan calon suami yang di pilihkan oleh ayahku, dia datang bersama kedua orang tuanya ia bernama Ha’izul fadlo’il,ia lulusan s2 dari mesir lulusan ilmu tafsir dan ia sekarang sudah menjadi dosen termuda dan terabaik di unufersitas terbaik di semarang, memang ia asli dari semarang dan ia pun cucu dari salah satu kiyahi kondang di malang, jadi aku memutuskan untuk menerimanya, dan tanggal pernikahan kamipun juga sudah di tentukan meskipun aku masih belajar dan berusah mencintainya sebab semenjak aku di tinggalkan oleh ustadz farrid aku masih belum dapat membuka hatiku untuk siapapun,tapi aku berusa memerangi hatiku sendiri, dan berusaha mencintai mas Ha’iz sebagai calon pendamping hidupku.
Setelah kami menikah awalnya aku memang belum begitu cinta dengan mas ha’iz, dan setelah kami menikah beberapa bulanpun aku masih berusaha mencintainya dan aku jujur tentang perasaanku sesungguhnya dengan mas ha’iz dan ia pun mengerti dengan keadaku dan dia berjanji akan terus berusaha agar aku mencintainya dengan sepenuh hati, dia sabar menunggu kedatangan ungkapan cinta dari bibirku, ia pun sebaliknya bercerita tentang dirinya bahwa hanya dirikulah orang yang membuat hatinya tenang dan gembira dan iapun jujur dengan menyebut nama Allah bahwa hanya aku lah wanita pertama dalam hati dan jiwanya aku merasa sangat berdosa karena telah menghianatinya tapi dia selalu meneguhakan hatiku agar selalu berusaha untuk mencintainya dengan sepenuhhatiku. Alhamdulillah setelah hampir satu tahun aku bersamanya allah telah mengabulkan segala do’a-do’aku dan keikhlasan suamiku untuk selalu berusaha membuatku jatuh cinta di kabulkan-Nya, dengan rasa yang indah ini aku mengarungi hari-hariku dengan kebahagiaan karena mas ha’iz selalu pefrhatian,selalu sabar menghadapi sikapku dan selalu membuatku merasakan kesempurnaan dalam hidupku, kebahagiaan itu lengakap sudah saat dalam rumah yang di disains khusus oleh tangan mertuaku sendiri itu di penuhi dengan tangisan seorang bayi, rasanya aku telah sempurna menjadi seorang istri yang dapat membuat semua keluargaku bahagia khususnya suamiku tercinta, mulut ini tak pernah berhenti mengucapkan kalimat syukur kepdaa sang pencipta atas anugrah yang telah di berikannya kepada keluargaku.
Tapi allah juga memeberikan coba’an bagi keluarga kami di saat kami sedang hangat-hangatnya menimang anak dan anak kami masih dalam masa lucu-lucunya allah mengambilnya dari kehidupan kami, dia meninggal karena sakit demam tinggi yang tak kunjung turun, kami sangat sedih sekali dengan kepergiyanya tapi kami juga telah berserah diri pada-Nya atas segala qada’ dan qadarnya, tapi Allah pun tidak berhenti disitu untuk menguji ke imanan seorang hambanya berselang satu minggu dari kepergian anak kami suamiku tercinta mengalami kecelakaan saat ia melekukan perjalanan ke kantor, dan saat dalam perjalan menuju rumah sakit Allah telah memanggilnya, hati ini tak kuasa menahan rasa sedih sampai-sampai aku tidak sadarkan diri beberapaa kali, dalam hatiku aku meronta-ronta ingin protes pada sang pencipta.Tetapi untunglah masih ada keluargaku yang masih ada di sampingku dan keluarga mertuaku pun sangat merasakan betapa rasa sakitnya hatiku saat ini.
Aku terus mencoba bangkit dari keterpurukan ini, tapi aku hanyalah manusia biasa yang tak bisa menahan dan terus menahan rasa sakit kehilangan, aku berulang kali merintih lirih pada sang khalik siang malam aku berdo’a untuk kelencaran perjalanan ke dua orang yang saangat aku sayangi. Dan keluargakupun memutusakan agar aku kembali pulang bersama mereka, karena mereka tak mau kalau aku masih terus-menerus memikirkan suamiku dan anakku dan masih terus-terusan dalam keterpurukan.
selang beberapa bulan……………………….
Pagi itu aku mndapatkan buku yang berjudul ”mata itu milik illahi” tertulisakan nama sang pengirim farrid hidayat ponpes al-hidayah semarang. Aku bingung dengan nama pengirim dalam surat tersebut aku gak yakin kalau ini dari ustadz farrid, ia pun menyelempirkan surat untukku,
Untuk: nur laila soffaniyah.
Assalamu’alaiku wr.wb.
Mungkin kamu kaget dengan kedatangan surat ini, tapi aku harus mengirimkan surat ini dek laili.
Aku mengerti bagaimana keadaan hatimu saat ini, tapi aku tak mau membiarkan mu terus-terusan larut dalam kesedihan karena bagaimanapun juga aku sudah pernah merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang yang pernah kita cintai, kalau boleh berbagi cerita aku ingin kamu mengetahui bagaimana keadaanku saat ini,
Setelah kepergianmu aku mengikhlaskan tentang alur jalan kehidupanku pada sang khaliq, aku berusah mencintai istriku yaitu farikah Alhamdulillah allah mengabulkan segala do’a-do’aku. Aku sedikit demi sedikit mulai mencintainya dan hari-hari yang ku lewati bersamanya terasa indah dan terasa penuh ridlo dari-Nya. Aku dan istriku di beri kesempatan untuk menimang seorang anak laki-laki tapi di saat kebahagiyaan itu tiba allah menguji keikhlasanku kembali, aku selalu berharap dan mulut ini enggan untuk berhenti memanjatkan do’a, keluaga kita semua berkumpul dengan mulut yang tak pernah berhenti untuk berdo’a pada-Nya.Tepat pukul 20.00 farikhah masuk ruang bersalin dan akupun dengan setia menemaninya dalam proses persalinan kami sangat bahagia sekali setelah kami mendengar jeriat tangis anak kami setelah di bersihkan akupun mengadzaninya tetapi setelah kumandang adzanku berhenti farikhah berdo’a dan setelah di ujung don’anya ia sempat berkata “ ya imamuka saya adalah wanita yang sangat beruntung sekali karena allah telah menganugrahiku seorang imam yang sangat bertanggung jawab dan beriman kepada-Nya do’akan aku mas,,,agar aku selalu di tuntun menuju cahaya istimewa-Nya” setelah itu farikhah menyium keningku dan salam padaku dan dia mengucapkan takbir tiga kali setelah itu dia memejamkan mata seperti biasa ia tidur, tapi setelah aku memanggil-manggilnaya tak ada jawaban yang keluar dari ke dua bibir indahnya, dia telah meninggalkan aku dan bayi mungilku, aku mencoba tegar untuk menghapi cobaan ini dan sekarang sudah hampir satu tahun farikhah meninggal. Aku berniat untuk mencarikan seorang ibu untuk anakku sekaligus mencari sesosok wanita solikhah yang akan mengisi hari-hariku setelah farikhah, sebelumya aku minta maaf karena aku belum memionta izin kepadamu karena kemarin kedua orang tuaku sudah menghubungi kedua orang tuamu untuk meminta izin bersilaturrahim dengan keluargamu, tapi agar lebih baik aku meminta izinmu terlebih dahulu agar kedatanganku nanti tidak mengganggu ketenanganmu, kalau kamu mengizinkan besok lusa keluargaku akan berkunjung kerumahmu jikalau dirimu meengizinkan tolong hubungi keluargaku segera.
Sarang cahaya untukku
Kulihat sinar dari ujung batas penglihatanku
Entah mengapa cahaya ini datang kembali
Rasa cinta terhadap cahaya
Masih tumbuh dalam ladang hatiku
Entah dengan cahaya itu sendiri
Apakah setelah kumbang itu hilang dari sarang hatinya
Masihkah ada ruang untukku ber huni ?
Aku takut hati cahaya redup dan tak bisa mengapi lagi
Entah sampai kapan hati ini sampai di sanubari
Tapi hanyalah ada dua cahaya dalam hidupku
Yang tak akan pernah sirna untuk selamanya
Ku ingin cahayamu selalu menerangi hatiku
Menghantarkanku pada ridlo-Nya
Terima kasih ku ucapkan atas waktu luang yang diberikan untuk membaca surat dariku.
Wassalamu’alakum wr.wb.
arrid hidayat.
Setelah aku membaca semua isi surat itu aku hanya bisa diam termenung dan terpaku dalam balutan mukena, ku panjatkan do’a pada sang khaliq meminta petunjuk dari-Nya bagaimanakah baiknya alur cerita kehidupanku kelak bahwa, aku bukanlah seorang wanita yang mampu melewati parit dengan menyincing busanaku sendiri tanpa bantuan orang lain untuk membawakan barang yang aku tenteng, dan aku bukanlah wanita yang mudah memindahkan rasa cinta ini seperti aku memindahkan foto di hp satu ke hp yang lain.
Kulihat sinar dari ujung batas penglihatanku
Entah mengapa cahaya ini datang kembali
Rasa cinta terhadap cahaya
Masih tumbuh dalam ladang hatiku
Entah dengan cahaya itu sendiri
Apakah setelah kumbang itu hilang dari sarang hatinya
Masihkah ada ruang untukku ber huni ?
Aku takut hati cahaya redup dan tak bisa mengapi lagi
Entah sampai kapan hati ini sampai di sanubari
Tapi hanyalah ada dua cahaya dalam hidupku
Yang tak akan pernah sirna untuk selamanya
Ku ingin cahayamu selalu menerangi hatiku
Menghantarkanku pada ridlo-Nya
Terima kasih ku ucapkan atas waktu luang yang diberikan untuk membaca surat dariku.
Wassalamu’alakum wr.wb.
arrid hidayat.
Setelah aku membaca semua isi surat itu aku hanya bisa diam termenung dan terpaku dalam balutan mukena, ku panjatkan do’a pada sang khaliq meminta petunjuk dari-Nya bagaimanakah baiknya alur cerita kehidupanku kelak bahwa, aku bukanlah seorang wanita yang mampu melewati parit dengan menyincing busanaku sendiri tanpa bantuan orang lain untuk membawakan barang yang aku tenteng, dan aku bukanlah wanita yang mudah memindahkan rasa cinta ini seperti aku memindahkan foto di hp satu ke hp yang lain.
Di suatu malam aku shalat istikhoroh untuk yang terakhir yaitu yang ke tujuh aku meminta petunjuk lewat mimpi yang sebelumnya juga terus aku lakukan tapi allah belum juga memberikan petunjuk kepadaku, tapi kali ini berbeda untuk yang terakhir ini aku di tunjukan allah melalui suatu mimpi dimana disitu aku bertemu dengan suamiku(mas ha’iz) ia memberikan surban kepadaku dan surban itu sama seperti surban yang pernah di pakai oleh uztadz farrid pada saat aku masih nyantri di pondiknya, dan disitu pun aku di beri qur’an oleh seorang laki-laki yang tak aku kenal tetapi mas ha’iz berkata kalau itu adalah anak kita dan ia pun tersenyemum manis kepadaku dan memanggilku umi, tiba-tiba aku langsung terbangun dari tidurku terdengarlah suara adzan subuh ditelingaku, dan aku baru menyadari bahwa tadi itu adalah sebuah mimpi dan mungkin itu petunjuk dari allah yang di tunjukan lewat mimpi kepadaku dan aku pun bergegas mengambil air wudlu dan segera shalat berjama’ah bersama-sama di masjid yang tidak jauh dari rumahku, setelah matahari menampakkan ke gagahanya aku langsung menceritakan semua mimpiku kepada ayah dan ibuku dan akupun langsung meminta ayhku untuk segera menghubungi keluarga ustadz farrid agar mereka segera silaturrahim dengan keluargaku dan pagi itu ayahku langsung meminta keluarga ustadz farrid datang untuk melakukan ta’arufan terhadapku, tidak lama kemudian berselang dua hari kemudian keluarga besar dari keluarga ustadz farrid pun datang dan subkhanallah hati ini terasa tenang sekali saat aku melihat wajah ustadz farrid yang masih kelihatan muda itu dan tak tampak sedikitpun perubahan di wajah dan penampilannya dan entah mengapa jantung ini berdetak dengan kencang dan rasanya tak dapat aku sembunyikan lagi rasa cinta yang tumbuh secara tiba-tiba dan rasanya aku ingin cepat-cepat memilikinya, dan aku sangat bahagia saat ia melamrku di hadapan kedua orang tuaku dan kedua orang tuanya, dan dengan mengucap lafal basmallah kuteguhkan dan untuk meyakinkan bahwa dia adalah imam yang baik untukku dan akupun menerima lamarannya. Kedua keluarga kamipun sangat senang mendengarkannya, dan kami langsung menentukan tanggal ijab qobul dan pesta yang sederhana yang kan kami laksanakan di pondok ustadz farrid.
Alhamdulillah hari itu telah tiba hari dimana kami menyatukan ikrar untuk melakukan sunnah illahi dan meminta ridlo dari-Nya kami pun bak ratu dan permaisurinya sampai saat hari ijab qobulpun aku masih belum berani menatap matanya karena jantungku masih bergetar dengan cepat saat aku melihat wajahnya. Dan akhirnya rasa kehilangan yang pernah aku rasakan dan pahitnya ditinggal orang yang saya sayangi seolah-olah pergi jauh dan tak mau kembali,aku sangat senang sekali karena aku telah mempunyai keluarga seutuhnya mempunyai suami yang baik dan anak laki-laki yang ganteng sekali dan solikh dan keluarganyapun sangat menyayangiku terutama mas farrid dia selalu memanjakanku dalam balutan aroma islaminya,hidup ini terasa milik kita berdua,dan apa yang aku tuliskan dalam buku dearyku dulu ternyata semua itu dapat terwujud dan semuanya itu aku alami dan menjadi cerita dalam kehidupanku.
Alhamdulillah………………………………………………………………………….
JANJI CINTA ABADI
Chacha sedang memandangi langit
yang penuh dengan bintang-bintang yang berkelip indah dilangit pada
waktu malam itu. Ia sedang memikirkan mantan kekasihnya yang baru saja
putus.
“tega banget sih dia sama aku, aku sangat mencintainya tapi kenapa dia meninggalkan aku untuk orang lain” curahan isi hatinya yang ia ceritakan pada teman cowoknya
“sudahlah mendingan kamu lupain dia dan kamu cari cowok lain” rizky (temannya)
“tapi kan riz, nyari cowok itu gak semudah yang kamu fikirkan” chacha
“memang apa sulitnya sih mencari penggantinya” rizky
“aku harus mencari seseorang yang benar-benar mencintai aku” chacha
“aku mencintai kamu” rizky
“gak usah bercanda deh” chacha
“aku serius, aku sayang sama kamu dan aku bisa jagain kamu seumur hidupku, kamu mau kan jadi kekasih aku” tatapan rizky tajam
“kalo memang kamu benar-benar sayang sama aku, oke lah aku mau” jawab chacha
Pada malam itu lah mereka menjalani cerita cinta mereka yang sangat indah.
Dan mereka berjanji, akan saling menjaga dan mencintai sampai ajal menjemput
Hari demi hari ia lalui dengan kekuatan cinta mereka .
Disaat chacha sedang kehujanan pada waktu pulang sekolah, rizky menemaninya dan memeluk tubuh chacha, di peluknya begitu erat
Disaat chacha terjatuh dan terluka, rizky melindungi dan mengobati lukanya
Dan terus berkata ‘AKU SAYANG KAMU, AKU AKAN SELALU DISISI MU
Pada suatu hari chacha menemui surat mungil yang tergeletak dimeja sekolahnya
Dibuka kertas itu dan dibaca olehnya
“sayang,, jika suatu saat nanti aku tidak bisa menemani hari-harimu karna aku tidak ada di sampingmu, jangan lah kamu bersedih dan janganlah menjatuhkan 1 butir air mata mu
Ingat lah.. aku akan selalu dihatimu, kapan pun dan dimana pun.
Dan aku akan selalu menepati janji ku kepadamu, bahwa aku akan selalu menjaga mu walaupun aku tidak terlihat dimatamu tapi aku akan selalu bersinar dihatimu seperti bintang yang sangat terang
Mulai sekarang janganlah kamu mencari ku karna semua itu percuma,,
Aku sayang kamu selamanya, love you chacha
Dari: rizky”
“tega banget sih dia sama aku, aku sangat mencintainya tapi kenapa dia meninggalkan aku untuk orang lain” curahan isi hatinya yang ia ceritakan pada teman cowoknya
“sudahlah mendingan kamu lupain dia dan kamu cari cowok lain” rizky (temannya)
“tapi kan riz, nyari cowok itu gak semudah yang kamu fikirkan” chacha
“memang apa sulitnya sih mencari penggantinya” rizky
“aku harus mencari seseorang yang benar-benar mencintai aku” chacha
“aku mencintai kamu” rizky
“gak usah bercanda deh” chacha
“aku serius, aku sayang sama kamu dan aku bisa jagain kamu seumur hidupku, kamu mau kan jadi kekasih aku” tatapan rizky tajam
“kalo memang kamu benar-benar sayang sama aku, oke lah aku mau” jawab chacha
Pada malam itu lah mereka menjalani cerita cinta mereka yang sangat indah.
Dan mereka berjanji, akan saling menjaga dan mencintai sampai ajal menjemput
Hari demi hari ia lalui dengan kekuatan cinta mereka .
Disaat chacha sedang kehujanan pada waktu pulang sekolah, rizky menemaninya dan memeluk tubuh chacha, di peluknya begitu erat
Disaat chacha terjatuh dan terluka, rizky melindungi dan mengobati lukanya
Dan terus berkata ‘AKU SAYANG KAMU, AKU AKAN SELALU DISISI MU
Pada suatu hari chacha menemui surat mungil yang tergeletak dimeja sekolahnya
Dibuka kertas itu dan dibaca olehnya
“sayang,, jika suatu saat nanti aku tidak bisa menemani hari-harimu karna aku tidak ada di sampingmu, jangan lah kamu bersedih dan janganlah menjatuhkan 1 butir air mata mu
Ingat lah.. aku akan selalu dihatimu, kapan pun dan dimana pun.
Dan aku akan selalu menepati janji ku kepadamu, bahwa aku akan selalu menjaga mu walaupun aku tidak terlihat dimatamu tapi aku akan selalu bersinar dihatimu seperti bintang yang sangat terang
Mulai sekarang janganlah kamu mencari ku karna semua itu percuma,,
Aku sayang kamu selamanya, love you chacha
Dari: rizky”
Chacha sangat terkejut membaca surat itu, dan maurin teman dekatnya mendatangi chacha
“cha, ada apa” maurin
“aku gak ngerti apa yang dimaksud rizky, dia kasih surat ini ke aku” chacha
“memang kamu gak tau, apa yang terjadi sama rizky” maurin
“apa?? Apa yang terjadi” chacha
“rizky baru saja mengalami kecelakaan dan dia kritis dirumah sakit” maurin
Chacha sangat terkejut dan ia segera pergi kerumah sakit bersama maurin
Chacha yang melihat rizky terbaring lemah, dan memakai alat bantu pernafasan
Chacha pun menerobos ruangan dan terus bertriak sambil menangis tetapi suster dan dokter berusaha memisahkan chacha dan rizky. Tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan UGD
Dan dokter berkata bahwa pasien telah meninggal dunia
Chacha tak berhenti-hentinya menangisi kepergian rizky, ia kecewa dengan dirinya karna dia tidak bisa menjaga rizky dengan baik
Chacha pulang dengan lesu dan tak bersemangat hidup.
Keesokan harinya, maurin mendatangi kontrakan chacha yang kebetulan chacha tinggal sendiri
Tak disangka oleh maurin, chacha terbaring dikamar mandi dengan banyaknya darah yang keluar dari tangan chacha dan ditemukannya sebuah kertas yang berisi
“mungkin apa yang ku lakukan ini salah, dan sangat berdosa
Tapi aku tidak tahan dengan kehidupan ku yang sekarang, di tinggal oleh seseorang yang aku cintai
Mungkin kita akan bertemu diakherat nanti dan akan bahagia disana.
Dan aku juga menepati janji kita berdua ‘menjaga dan mencintai dalam dunia dan akherat’
Aku sayang kamu rizky.. sampai akhir ku menutup mata”
“cha, ada apa” maurin
“aku gak ngerti apa yang dimaksud rizky, dia kasih surat ini ke aku” chacha
“memang kamu gak tau, apa yang terjadi sama rizky” maurin
“apa?? Apa yang terjadi” chacha
“rizky baru saja mengalami kecelakaan dan dia kritis dirumah sakit” maurin
Chacha sangat terkejut dan ia segera pergi kerumah sakit bersama maurin
Chacha yang melihat rizky terbaring lemah, dan memakai alat bantu pernafasan
Chacha pun menerobos ruangan dan terus bertriak sambil menangis tetapi suster dan dokter berusaha memisahkan chacha dan rizky. Tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan UGD
Dan dokter berkata bahwa pasien telah meninggal dunia
Chacha tak berhenti-hentinya menangisi kepergian rizky, ia kecewa dengan dirinya karna dia tidak bisa menjaga rizky dengan baik
Chacha pulang dengan lesu dan tak bersemangat hidup.
Keesokan harinya, maurin mendatangi kontrakan chacha yang kebetulan chacha tinggal sendiri
Tak disangka oleh maurin, chacha terbaring dikamar mandi dengan banyaknya darah yang keluar dari tangan chacha dan ditemukannya sebuah kertas yang berisi
“mungkin apa yang ku lakukan ini salah, dan sangat berdosa
Tapi aku tidak tahan dengan kehidupan ku yang sekarang, di tinggal oleh seseorang yang aku cintai
Mungkin kita akan bertemu diakherat nanti dan akan bahagia disana.
Dan aku juga menepati janji kita berdua ‘menjaga dan mencintai dalam dunia dan akherat’
Aku sayang kamu rizky.. sampai akhir ku menutup mata”
..
BalasHapus